PEREMPUAN: Antara Dapur dan Pendidikan

 



‘‘Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”- RA. Kartini

21 April yang lalu kita baru saja memperingati hari lahir RA. Kartini, dan seperti yang kita tahu Kartini adalah seorang pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Namun bukan hanya itu, jejak perjuangan Kartini yang lain adalah memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Persamaan hak antara perempuan dan laki-laki di Indonesia sekarang menurut saya sudah mulai terkikis oleh zaman. Kenapa? Bisa kita lihat di media bahwa banyak anak-anak perempuan yang dipaksa untuk menikah dengan alasan ekonomi, alasan sudah dijodohkan sejak kecil, dan alasan-alasan klise lainnya yang menentang hak perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Padahal seperti yang kita tahu, ini bukanlah zaman Siti Nurbaya lagi dimana kita setelah dinilai matang secara fisik akan dipaksa untuk menikah hanya karena perempuan identik dengan kata 'dapur'. Yang mana dalam banyak pemikiran orang terdahulu, perempuan tidak perlu sekolah karena pada akhirnya akan berada di dapur saja.

Dalam padangan Islam, perempuan adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya kelak, bisa dibayangkan jika ada seorang ibu tidak mendapat pendidikan karena dahulu dipaksa untuk menikah diusia muda, bagaimana mereka kedepannya bisa mendidik anak-anaknya dengan baik? Hal inilah yang patut kita cermati lebih dalam, untuk menyadarkan kita bahwa orang tua juga harus mendukung anak-anak perempuannya dalam menempuh pendidikan.

Selain dukungan orang tua, hal lainnya yang juga penting adalah motivasi dari dalam diri kita sendiri sebagai anak perempuan. Sebagai anak memang sudah kewajiban kita untuk mematuhi perintah orang tua. namun, jika dalam hal yang bertentangan dengan hati nurani kita, saya rasa kita bisa memberikan alasan yang baik untuk tidak mematuhinya. Karena apa? Karena yang menjalani kehidupan adalah kita, bukan maksud saya untuk menentang orang tua dengan mengatakan orang tua tidak memiliki peranan penting dalam hidup anaknya. Tapi pada akhirnya, anaknya lah yang akan menjalani pahit dan manisnya kehidupan. Oleh karena itu, Kita sebagai anak harus bisa menjelaskan dan memberi pengertian kepada orang tua kita dengan cara yang baik dan masuk akal. Dengan cara itu, Orang tua akan bisa mengerti dan memahami apa maksud dan keinginan kita untuk kedepannya.

Menikah diusia muda dan meninggalkan kewajiban kita untuk belajar, menurut saya adalah tindakan yang sangat tidak bisa ditolerir. Karena hanya akan menjadi sia-sia saja perjuangan pahlawan wanita di Indonesia seperti Kartini dan pahlawan wanita lainnya. Mereka memperjuangkan emansipasi wanita, jadi akan sia-sia rasanya jika kita sebagai wanita saat ini yang akan seharusnya melanjutkan perjuangannya hanya bisa duduk di dapur, dan tidak bisa membantu dalam banyak hal lainnya.

Memang kodrat kita sebagai wanita akan menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak kita nantinya, nah di situlah pentingnya peran pendidikan bagi seorang wanita, karena seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, kita tetap harus berpendidikanBerpendidikan disini maksudnya bukan hanya menempuh pendidikan secara formal dari SD- SMA, namun juga bisa didapat dengan pendidikan non-formal seperti kursus. Ya, kursus. Jika masalah ekonomi memang menjadi faktor utama penghambat perempuan untuk sekolah, maka kursus merupakan jalan pintasnya. Karena pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah, namun juga bisa didapat dari kursus, entah itu kursus menjahit, kursus tata rias, ataupun kursus-kursus lainnya. Intinya perempuan harus mengembangkan diri karena mengingat begitu mudahnya untuk bisa belajar tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Selain kursus, sangat banyak wadah belajar lainnya, seperti juga bisa belajar melalui youtube dan media lainnya.

Alasan lain kenapa wanita harus berpendidikan adalah agar wanita bisa membuat peluang usaha dengan tidak meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu dan tidak hanya bisa bergantung kepada laki-laki. Kita ambil sedikit contoh dari banyaknya Kartini masa sekarang yang berhasil, seperti ibu Menteri Luar Negeri, ibu Retno Marsudi yang menjadi menteri luar negeri wanita pertama di Indonesia tanpa meninggalkan kodrat beliau sebagai seorang ibu dan tetap berpendidikan. Contoh lainnya adalah ibu menteri kelautan dan perikanan Indonesia, Ibu Susi Pudjiastuti. Meskipun beliau tidak menyelesaikan pendidikan formalnya, namun keahlian yang beliau dapatkan dari pendidikan non-formal nya mampu membuat beliau menjadi menteri wanita yang disegani oleh orang banyak atau bahkan negara lain dalam menjaga laut Indonesia, namun juga tanpa meninggalkan kodrat beliau sebagai seorang ibu dan isteri.

Pada intinya, Seorang wanita harus pintar dan berpendidikan setinggi-tingginya untuk bisa menggapai cita-cita agar bisa mendidik anak-anak nya dengan lebih baik dan dapat memberi contoh dan tauladan kepada generasi mendatang dengan tidak melupakan kodrat dan kewajibannya sebagai perempuan. Namun, kita tidak boleh sombong dan merasa hebat kepada laki-laki yang menjadi imam kita.

"Mudah-mudahan ini bisa menjadi renungan dan motivasi bagi kaum perempuan dan khususnya diri saya sendiri"



Penulis   : Febrina Amandita
Editor     : HUMINFO GenBI Komisariat UIN Antasari Banjarmasin

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIALISASI & SHARING SESSION BEASISWA BANK INDONESIA 2024

GENBI MENGAJI PART 2

NON TUNAI – SOLUSI TRANSAKSI DI MASA PANDEMI